Aku sendiri 'penyayang binatang', dari kecil teman bermainku kucing dan anjing, juga ayam ayam milik uyutku. Karena itu setelah berkeluarga dan punya anak, hal itu 'nurun' ke anak. Riyadh suka sekali dengan hewan hewan peliharaan macam hamster, kelinci, ayam, pun kucing.
Nha, diantara semua itu yang paling sering ikut jadi penghuni rumah adalah kucing. Karena nggak harus beli, beberapa kali kucing kampung liar, mukim di rumah kami. Meski kucing kampung mereka cukup sopan dan 'lulut' hingga akhirnya berstatus jadi milik kami. Ada yang sampai beranak pula. Pun ada yang karena buangan ketika masih cemeng.
Salah satu kucing yang ikut tinggal di rumah adalah Zumi 'cemong'. Ia kutemukan pada sebuah siang karena ngeongannya membangunkanku dari tidur. Kutelisik dan mencari ternyata seekor anak kucing dengan tubuh basah kuyup dan penuh tanah berada di kebun kosong. Kubawa ke rumah kemudian kumandikan. Anehnya setelah mandi, kucing itu tak bisa berdiri, padahal badannya sehat.
Kerhatikan dengan seksama, ternyata seutas benang gelasan menjerat lehernya sampai meninggalkan lebam merah saking kuatnya. Aku sedikit panik mencari cara melepaskannya, khawatir ia mati sebab nafasnya sudah tersengal. Alhamdulillaah, berhasil juga. Aku ingat hari itu kira kira hari ke tiga bulan Muharram 1435H. Sejak hari itu ia tinggal di rumah kami dan 'resmi' jadi kucing kami, sebab tak ada orang kampung yang nanya nyari anak kucing. Heheu memang di sini banyak kucing liar, sih.
Zumi pada hari pertama kutemukan |
Kelucuan Zumi tak hanya menarik perhatianku dan Riyadh, tapi juga abinya. Dari beliaulah Zumi mendapat panggilan Cemong, karena warna hitam pada bagian hidung dan mulutnya.
Sejak punya Zumi, setiap pulang sekolah selesai salaam yang ditanyakan Riyadh, "Mana Zumi?" sudah laiknya saudara dan teman bermain saja.
Main rumah rumahan |
Nungguin Abang mandi |
And... perpisahan itupun tak terelakkan. Pada 1 Januari, kami bertiga pergi ke kota untuk refreshing di toko buku. Zumi yang habis sakit, tidak kami masukkan dulu ke rumah. Sepulang ke rumah tak kami temui Zumi di kursi rotan tempat ia biasa tiduran. Menunggu hingga petang, malam, bahkan subuh sepulang abi dari masjid tak menjumpai Zumi di teras. Biasanya Zumi tidur di kursi rotan teras depan ketika pulang tak dapat pintu.
Sejak itu, hari seakan sepi. No yelling anymore. Akupun harus kembali membangunkan Riyadh dengan seribu jurus. Pagi pertama masih mempan dengan bilang, "Tuh dicariin Zumi" namun berikutnya, Riyadh tau Zumi sudah tak ada lagi.
So sad... mungkin hanya aku yang lebay dengan kepergian Zumi. Suaranya terngiang mengeong menjadikanku terjaga tengah malam, pun siang hari. Sometimes pingin nangis keinget Zumi.
Ya Rabb, aku ingin Zumi kembali ke rumah ini.
Kami yakin Zumi dibawa orang yang lagi lewat. Setelah sakit, Zumi memang lebih kalem, mau digendong siapa saja, dan seneng tiduran di rerumputan pinggir jalan rumah.
Abinya sering mengingatkanku, "Ya sudah, iklasin aja. Moga Zumi mendapat perawatan lebih baik dari kita." Hiks, inget Ginzo, yang dibawa orang ketika masih kecil. Sama kasusnya, kami tinggal pergi ke kota. Iput, sang induk dengan empat ekor anak yang lucu lucu, tidak kami masukkan rumah. Ketika pulang, Kenzo, Yuki, dan Yumi kehilangan satu saudaranya.
(Kisahnya mengaksara lain waktu yaa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar